BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 dan 41 mengamanatkan bahwa Tenaga Kependidikan
memiliki tugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan. Untuk menjamin penyelenggaraan proses pendidikan yang bermutu,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi satuan
pendidikan, pendidik dan tenaga
kependidikan.
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sangat terkait
erat dengan keberhasilan peningkatan kompetensi dan profesionalisme pendidik
dan tenaga kependidikan (PTK) tanpa menafikan faktor-faktor lainnya seperti
sarana dan prasarana dan pembiayaan. Pengawas sekolah merupakan salah satu
pendidik dan tenaga kependidikan
psosisinya memiliki peran yang signifikan dan strategik dalam
meningkatkan profesionalisme guru dan mutu pendidikan di sekolah.
Peraturan Pemerintah no 74 tahun 2008 tentang Guru pada pasal 15 ayat 4
menyatakan bahwa guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan
melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan tugas
pengawasan. Tugas pengawasan yang dimaksud adalah melaksanakan kegiatan
pengawasan akademik dan pengawasan manajerial, dan untuk implementasi tugas
tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi nomor 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah dan Angka Kreditnya.
Kegiatan pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan pengawas sekolah
dalam menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi
hasil pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan
profesional guru. Peraturan Pemerintah
nomor 74 tahun 2008 tentang guru pada pasal 15 ayat 4 dijelaskan bahwa pengawas
sekolah harus melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan pengawasan
manajerial. Dengan demikian pengawas sekolah dituntut mempunyai kuailifikasi
dan kompetensi yang memadai untuk dapat menjalankan tugas kepengawasannya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2007
tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, menyebutkan bahwa seorang pengawas
sekolah wajib mempunyai enam dimensi kompetensi minimal yaitu kompetensi
kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan,
penelitian pengembangan, dan kompetensi sosial.
B.
Rumusan
Masalah
Dari beberapa penjelasan di
atas, maka dalam makalah ini penulis akan merumuskan beberapa masalah, sebagai
berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan kepemimpinan pengawas PAI dalam tugas kepengawasannnya di
sekolah?
2.
Bagaimana
karakteristik kepemimpinan pengawas PAI dalam tugas kepengawasannnya di
sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kepemimpinan Pengawas PAI.
Defenisi kepemimpinan sangat banyak,
untuk memperoleh tentang keragaman defenisi kepemimpinan, Rivai dan Murni
(2009, hlm. 285) mengemukan beberapa defenisi kepemimpinan menurut
masing-masing pendapat, sebagai berikut:
1.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain berbuat
sesuai dengan kehendak oarang itu, meskipun pihak lain itu tidak
menghendakinya.
2.
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi prilaku orang-orang agar
bekerja sama menuju kepada suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama
(Siagian).
3.
Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka
pemuasan dan pencapaian tujuan (Stogdill).
4.
Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras
dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George Terry).
5.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau
kelompok dalam usahanya mencapai tujuan di dalam suatu situasi tertentu
(Blanchard).
Dari
beberapa defenisi di atas, dapat dipahami bahwa defenisi kepemimpinan secara
umum memiliki beberapa kesamaan yaitu kegiatan, kemampuan mempengaruhi, prilaku
orang lain, kehendak orang dan tujuan. Sedangkan kepemimpinan pendidikan dalam
bahasa inggris disebut educational leadhership,
educational administration, educational management, school leadhership dan
intrauksional leadhership, semuanya mempunyai pengertian dan cakupan yang
sama, yaitu proses pimpinan pendidikan mempengaruhi peserta didik dan pemangku
kepentingan pendidikan serta menciptakan sinergi untuk mencapai tujuan
pendidikan (Wirawan 2013, hlm. 532).
Berdasarkan pengertian kepemimpinan
secara umum dan kepemimpinan pendidikan di atas, maka dalam kepemimpinan di
pendidikan meliputi tiga aspek yaitu pemimpin, kemampuan mempengaruhi dan
tujuan pendidikan. Pertama pemimpin
dalam pendidikan meliputi pengawas, kepala sekolah, dan guru. Kedua mempunyai kegiatan mempengaruhi yaitu proses mengubah
pengetahuan, keterampilan, sikap, perilaku, nilai-nilai, motivasi untuk mempengaruhi
orang lain (supervisor mempengaruhi kepala sekolah, kepala sekolah mempengaruhi
guru, guru mempengaruhi peserta didik). Dan yang ketiga mencapai tujuan
pendidikan. Adapun tujuan pendidikan secara umum dan normatif tertuang dalam
Undang-undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, menjelaskan bahwa:
“Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritulitas keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
Dengan
demikian, pengawas juga merupakan pemimpin, hal ini dijelaskan Wirawan (2013,
hlm. 566) bahwa Pengawas Sekolah
merupakan salah satu jenis pemimpin birokratik pendidikan yang berperan aktif
dalam mencapai keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan. Pengawas sekolah
melaksanakan supervisi dalam mencapai standar nasional pendidikan dan
penjaminan mutu pendidikan (Wirawan 2013, hlm. 566). Adapun Pengawas Pendidikan Agama Islam adalah guru
pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan fungsional pengawas yang tugas
pokoknya dan fungsinya serta tanggung jawab, dan wewenangnya melakukan
pengawasan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam pada sekolah (Peraturan
Menteri Agama No. 2 Tahun 2012).
Pengawasan yang dimaksud meliputi penyusunan
program, pelaksanaan pembinaan, pemantauan, supervisi, evaluasi dan pelaporan
serta pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Hal itu dipertegas
pada PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19, ayat
(3) menyatakan: setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Pada pasal 23
ditegaskan: pengawasan proses pembelajaran sebagaimana yang dimaksud pasal 19 ayat
(3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan
langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada perbedaan
pengertian antara pengawas sekolah dan pengawasan. Pengawas Sekolah adalah guru
yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah baik pengawas manajerial dan
pengawas akademik. Sedangkan pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam
menyusunan program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil
pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional
guru.
Pengawas
atau supervisor merupakan istilah
yang dapat dipertukarkan antara satu sama lain. Dalam kontek pendidikan di
Indonesia digunakan istilah pengawas, hanya saja dalam konteks keilmuan
berdasarkan literatur memakai istilah supervisor atau supervisi (Rivai dan
Murni 2009, hlm. 824). Selanjutnya Fathurrohman dan Suryana (2011, hlm. 29)
menjelaskan bahwa pengawas (supervisor) adalah orang yang bertugas melakukan
supervisi terhadap guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Pengertian supervisi beraneka ragam, diantaranya
menurut Purwanto (2012, hlm. 76) supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan
yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam
melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Menurut Boardman (1953) dalam Sagala
(2012, hlm. 230), bahwa dari sudut manajerial, supervisi adalah usaha
menstimulir, mengkordinasi, dan membimbing guru secara terus menerus baik
individu maupun kolektif agar memahami secara efektif pelaksanaan aktivitas
mengajar dalam rangka pertumbuhan murid secara kontiniu. Sedangkan menurut Good
Carter sebagaimana yang dikutip Asmani (2012, hlm. 21) memberikan pengertian
bahwa supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru
dan petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk memberikan stimulus,
menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi
tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, serta metode mengajar dan
evaluasi pengajaran.
Atas dasar uraian pengertian pengawas (supervisor)
dan pengawasan (supervisi) di atas, maka Kepemipinan Pengawas PAI yang ideal di
sekolah dapat dilihat dari dua aspek yaitu orang dan kegiatannya. Dari segi
orangnya yaitu pengawas PAI juga merupakan guru yang diangkat dalam jabatan
fungsional pengawas, yaitu menjadi leadher bagi guru.
Sedangkan pada kegiatannya melakukan pengawasan yang
meliputi penyusunan program, pelaksanaan pembinaan, pemantauan, supervisi,
evaluasi dan pelaporan serta pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan,
dengan kegiatan kepangawasan ini diharapkan dapat mempengaruhi guru dalam
meningkatkan proses pembelajaran peserta didik. Sehingga tujuan pendidikan
dalam standar kurikulum dapat tercapai secara efektif.
Dalam Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 2012
tentang pengawas madrasah dan pengawas PAI pada sekolah, pada Bab II disebutkan
tugas dan fungsi. Pada pasal 2 ayat (2) pengawas PAI pada sekolah meliputi
Pengawas PAI pada TK, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB, dan/atau SMK. Pada pasal 3
ayat (2) menjelaskan bahwa pengawas PAI pada sekolah mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan Pendidikan Agama Islam. Kemudian pada pasal 4 ayat (2)
menjelaskan pengawas PAI pada sekolah mempunyai fungsi melakukan: a) menyusun
program pengawasan PAI; b) pembinaan, pembimbingan, dan pengembangan profesi
guru PAI; c) pemantauan penerapan standar nasional PAI; d) penilaian hasil
pelaksanaan program pengawasan; dan e) pelaporan pelaksanaan tugas
kepengawasan. Selanjutnya pada ayat (4) juga menyatakan pengawas PAI pada
sekolah berwenang:
1. memberikan masukan, saran, dan
bimbingan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan dan/atau
pembelajaran PAI kepada kepala sekolah atau instansi yang membidangi urusan
pendidikan di Kabupaten/kota;
2. memantau dan menilai kinerja
guru PAI serta merumuskan saran tindak lanjut yang diperlukan;
3. melakukan pembinaan terhadap
guru PAI;
4. memberikan pertimbangan dalam
penilaian pelaksanaan tugas guru PAI kepada pejabat yang berwenang; dan
5. memberikan pertimbangan dalam
penilaian pelaksanaan tugas dan penempatan guru PAI kepada kepala sekolah dan
pejabat yang berwenang.
B.
Karakteristik Kepemimpinan Pengawas PAI yang Ideal
Dalam
memahami karakteristik kepemimpinan Pengawas PAI di sekolah,idealnya maka dapat
dipahami pada dua aspek, yaitu aspek pengawas dan aspek kepengawasan.
1.
Aspek pengawas.
Pengawas PAI merupakan pemimpin yang harus
mempunyai sifat peneladanan, pemotivasian dan pemberdayaan, hal ini ditegaskan
oleh Ki Hajar Dewantara selaku bapak pendidikan dengan istilah ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun
karso dan tutwuri handayani (Rivai
dan Murni 2009, hlm. 295). Dengan demikian, kepemimpinan pengawas dilihat dari
nilai personal pengawas, ia harus menjadi role
model (suri tauladan) dalam bahasa lainnya harus dikagumi, dihormati dan
dipercaya. Pengawas PAI biasanya bisa mempengaruhi guru PAI dan
mendapatkan komitmen dari GPAI binaannya ketika mereka dilihat sebagai individu
yang berkompeten yang memiliki pemahaman dan keinginan yang kuat terhadap
kegiatan perubahan dalam pembelajaran di kelas. Hal ini ditegaskan oleh Prajudi Atmosudirjo mengatakan bahwa kepemimpinan
adalah kepribadian (personality)
seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk
mencontohnya atau mengikutinya, atau yang memancarkan suatu pengaruh tertentu,
kekuatan atau wibawa sedemikian rupa sehingga membuat sekelompok orang bersedia
melakukan kehendaknya (Hikmat, 2009, hlm.251).
Teori personality tersebut
telah dicanangkan Rasulullah SAW dengan sifat-sifat terfujinya yaitu pertama shiddiq yang artinya benar dan jujur, dalam sepanjang kepemimpinan Rasulullah SAW. Benar dalam mengambil
keputusan-keputusan yang menyangkut visi dan misi, efektif dan efisien dalam
implementasi serta operasionalnya di lapangan. Kedua amanah, yang diartikan dapat dipercaya,
bertanggung jawab dan credible. Bisa
juga bermakna keinginan untuk memenuhi sesuatu dengan ketentuan. Atau memiliki
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya.
Karakteristik atau sifat amanah ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi dan
sikap penuh tanggung jawab pada setiap individu muslim. Ketiga tabligh,
yang diartikan komunikatif dan argumentatif. Orang yang
memiliki sifat tabligh akan menyampaikan sesuatu dengan benar (berbobot)
dan dengan tutur kata yang tepat dan bi al-hikmah. Karakteristik tabligh dengan
bahasanya bi al-hikmah artinya berbicara dengan orang lain dengan sesuatu yang
mudah dipahami dan dapat diterima oleh akal pikiran, bukan berbicara dengan
bahasa yang sulit dipahami. Keempat fathanah, yang diartikan sebagai
intelektual, kecerdikan, dan kebijaksanaan. Sifat atau karakteristik dapat
menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan untuk melakukan berbagai macam inovasi
yang bermanfaat (Sugeng Haryanto, 2012, hlm. 67-68).
2.
Aspek Kepengawasan.
Pengawas PAI
di sekolah memiliki peran yang signifikan dan strategis dalam proses dan hasil
pendidikan yang bermutu di sekolah. Dalam konteks ini peran pengawas sekolah
meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut pengawas
yang harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan (PP 19 Tahun 2005,
pasal 55). Peran tersebut berkaitan dengan tugas pokok pengawas dalam melakukan
supervisi manajerial dan akademik serta pembinaan, pemantauan, dan penilaian.
Peran pengawas sekolah dalam pembinaan setidaknya sebagai teladan bagi sekolah
dan sebagai rekan kerja yang serasi dengan pihak sekolah dalam memajukan
sekolah binaannya (Kemendiknas 2011, hlm. 5).
Sahertian
(2000, hlm. 25) menjelaskan pengawas dapat berperan sebagai: 1) koordinator, ia
mengkordinir program belajar mengajar, tugas-tugas anggota staf berbagai
kegiatan yang berbeda-beda di antara guru, 2) konsultan, ia dapat memberi
bantuan, bersama mengkonsultasikan masalah yang dialami guru baik secara
individual maupun secara kelompok, 3) pemimpin kelompok, ia dapat memimpin
kelompok sejumlah staf guru dalam mengembangkan kurikulum, materi pelajaran dan
kebutuhan profesional guru secara bersama-sama. Sebagai pemimpin kelompok ia
bisa mengembangkan keterampilan dan kiat-kiat dalam bekerja untuk kelompok (working for the group), bekerja dengan
kelompok (working with the group),
dan bekerja melalui (working through the
group).
Selanjutnya
Yusuf dkk (2012, hlm. 21) menjelaskan peran yang diharapkan dari seorang
pengawas akademik adalah:
1. sebagai nara sumber bagi guru dalam merecanakan dan
melaksanakan tugas-tugasnya, serta dalam melakukan evaluasi diri, sehingga guru
dapat secara terus menerus meningkatkan kinerjanya;
2. sebagai fasilitator dan bahkan
pembimbing yang membantu guru dalam mengatasi hambatan yang dihadapi maupun
dalam mmengatasi kekurangan yang dialami.
3. sebagai motivator yang dengan
berbagai cara selalu mengupayakan agar guru mau bekerja lebih sungguh-sungguh
dan bersemangat. Termasuk di sini memberikan tekanan (pressure) dan dukungan
(support) agar guru mencapai hasil pengajaran;
4. sebagai aparat pengendali mutu
pengajaran (quality assurance auditor) yang secara periodik dan sistematik
mengecek, menganalisis, mengevaluasi, dan mengarahkan serta mengambil tindakan
agar peningkatan efektifitas pengajaran terlaksana dengan baik dan berhasil;
5. sebagai peran tambahan, adalah
sangat tepat jika seorang pengawas akademik adalah juga seorang penilai
(assessor) dalam rangka program akreditasi sekolah. Dengan demikian, kegiatan
akreditasi dapat memperoleh data yang akurat mengenai proses pengajaran, karena
terdapat sumber informasi untuk megkonfirmasikan berbagai hal.
Sedangkan
tugas seorang pengawas akademik sekurangnya harus mencakup hal-hal sebagai
berikut:
1. mengupayakan agar guru sunguh-sungguh dan bekerja
lebih keras serta bersemangat dalam mengajar. Termasuk di sini adalah upaya
agar guru secara sistematis mengusahakan agar murid mau mempelajari dan
menyenangi pelajaran serta mendorong bekerja keras dalam belajar;
2. mengupayakan agar sistem
pengajaran ditata sedemikian rupa sehingga berlaku prinsip belajar tuntas,
yaitu guru harus berupaya agar murid benar-benar menguasai apa yang telah
diajarkan dan tidak begitu saja melanjutkan pengajaran ke tingkat yang lebih
tinggi jika murid belum tuntas penguasaannya. Dalam hal ini, tentu saja perlu
keseimbangan antara banyak dan berat/ringannya isi pelajaran dengan waktu yang
disediakan dan dengan potensi murid yang mempelajrinya;
3. berkaitan dengan butir (1) di
atas, pengawasan juga perlu mengupayakan agar ada semacam tekanan (pressure) terhadap guru untuk mencapai
tujuan pengajarannya, namun hasrus disertai dengan bantuan (support) yang memadai bagi keberhasilan tugasnya;
4. membuat kesepakatan dengan guru
maupun kepala sekolah mengenai jenis dan tingkatan dari target output yang
harus mereka capai sehubungan dengan keberhasilan pengajaran;
5. secara periodik melakukan
pemantauan dan penilaian (assessment)
terhadap keberhasilan (efektivitas) mengajar guru;
6. membuat persiapan dan
perencanaan kerja dalam rangka pelaksanaan butir-butir di atas, menyusun
dokumentasi dan laporan bagi setiap kegiatan, serta mengembangkan sistem
pengelolaan data hasil pengawasan;
7. melakukan koordinasi serta
membuat kesepakatan-kesepakatan yang diperlukan dengan kepala sekolah,
khususnya dalam hal yang berkenaan dengan pemantauan dan pengendalian
efektifitas pengajaran serta hal yang berkenaan dengan akreditasi sekolah
bersangkutan (Yusuf dkk 2012, hlm. 22-23).
Fungsi kepemimpinan yang
penting adalah mempengaruhi orang lain untuk dapat mencapai tujuan organisasi
secara efektif. Salah satu aspek kepemimimpinan yang menjelaskan fungsi
pengaruh ini adalah konsep kekuatan. John R. P. French dan Betram Raven (1968,
hlm. 259-270) membuat
taksonomi yang mengklasifikasi kekuatan interpersonal berdasarkan sumbernya.
Ada 5 jenis kekuatan, yaitu:
1)
Kekuatan penghargaan: pemenuhan keinginan yang didapatkan karena pemberian
penghargaan oleh pemimpin karena terdapat perilaku yang diinginkan
2)
Kekuatan paksaan: pemenuhan keinginan yang diperoleh karena pemimpin mengancam
akan memberikan hukuman jika terdapat perilaku yang tidak diinginkan
3)
Kekuatan yang sah (legitimasi): pemenuhan keinginan dikarenakan posisi formal
pemimpin. Bawahannya memenuhi keinginan pemimpinnya karena dia memiliki
keyakinan bahwa pemimpinnya memiliki hak untuk memerintah, dan dia sebagai
bawahan berkewajiban untuk melaksanakan perintahnya.
4)
Kekuatan ahli: pemenuhan keinginan karena pengikutnya berkeyakinan bahwa
pemimpin memiliki pengetahuan dan keahlian khusus untuk melakukan sesuatu
dengan sebaik-baiknya
5)
Kekuatan rujukan: pemenuhan keinginan karena pengikut/bawahan mengagumi
atasannya dan dia ingin mendapatkan persetujuan dari atasannya.
Briggs (Departmen Agama RI : 1998 : 5)
mengemukakan empat tipe supervisi di lihat dari pelaksanaannya, yaitu:
1.
Tipe supervisi yang bersifat korektif (corrective
supervision).
Tipe
ini lebih menekankan mencari kesalahan guru. Tipe ini tidak efektif untuk
memperbaiki proses belajar mengajar, karena guru yang ditunjukkan kesalahannya
biasanya tidak menjadi lebih baik, melainkan frustasi dan bersifat negatif
terhadap program-program supervisi.
2.
Tipe supervisi yang bersifat preventif
(preventive supervision).
Tipe
ini menekankan usaha untuk melindungi guru dari berbuat salah, dengan cara memberikan kepada guru
larangan-larangan, batasan-batasan atau sejumlah pedoman untuk melaksanakan
tindakan/kegiatan.
3.
Tipe
supervisi yanga bersifat kontrukstif (constructive
supervision).
Tipe
ini berorientasi ke masa depan, dengan melihat kesalahan yang lampau serta
menjaga guru tidak membuat kesalahan. Tipe ini ini tidak banyak menolong
guru-guru untuk berkembang dalam tugas profesinya maupun kepribadiannya.
4.
Tipe supervisi yang bersifat kreatif (creative
supervision).
Tipe
ini memberik peluang kepada guru lebih besar peranannya dalam mengusahankan
perbaikan proses belajar mengajar. Peranan supervisor atau pengawas sekolah
hanyalah mendorong, membimbing dan menciptakan situasi yang dapat menyuburkan
timbulnya daya kreativitas pada guru-guru.
Sedangkan menurut Suharsimi
Arikunto (2004 : 15) menjelaskan ada
lima tipe supervisi, yaitu :
1.
Tipe inspeksi.
Tipe inspeksi sama dengan tipe korektif yaitu
lebih mencari kesalahan-kesalahan dengan tujuan untuk mengidentifikasi hal-hal
yang baik dan buruk yang sudah dilaksanakan, dan mennetukan posisi baik-buuk
seorang guru
2.
Tipe
Laisses Faire.
Tipe
ini menginterpretasikan demokrasi sebagai pemberi kebebasan seluas-luasnya
kepada bawahan sehingga akhirnya supervisor sendiri kehilangan otoritas sama
sekali dan dapat dikatakan tidak memberikan bimbingan kepada bawahan yang
menjadi tanggung jawabnya.
3.
Tipe
Coercive supervision.
Sepervisor
dianggap senior sehingga apapun yang dianggap baik olehnya harus dilakukan oleh
bawahannya, walaupun terkadang tidak cocok dengan kondisi dan kemaapuan
bawahannnya. Tipe ini lebih otoriter karena tidak memberikan kesempatan kepada
guru untuk bertanya tentang hal-hal yang diberlakukan tersebut.
4.
Tipe Treaning and Guidance.
Tipe
training dan guidance diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan.
Senada dengan Ngalim Purwanto (2002 : 81) bahwa Supervisi yang dilakukan untuk
melatih (to train) dan memberi
bimbingan (to guide) kepada guru-guru
tersebut dalam pekerjaannya sebagai guru. Tipe ini menimbulkan kurang adanya
kepercayaan terhadap guru.
5.
Tipe Demokratis.
Semua keputusan diambil dengan jalan
musyawarah bersama antara supervisor dan guru, sehingga pelaksanaan keputusan
dilakukan bersama-sama kerena keputusan tersebut dirasakan menjadi miliknya.
Pada tipe ini supervisor menghargai pendapat dari bawahannya yaitu guru dan memberikan
kepada mereka untuk mengembangkan daya krestivitasnnya. Supervisor dan guru
berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan beberapa teori di atas,
karakteristik pengawas PAI di sekolah selaku pemimpin hendaknya menjadi
tauladan bai guru yang dibinanya, yaitu ing
ngarso sungtulodo, ing madyo mangun karso dan tutwuri handayani atau dalam
bahas Islam suri tauladan dengan mengedepankan sifat-sifat Rasulullah SAW yaitu
siddiq, amanah, tabligh dan fathonah.
Ditinjau dari segi kepengawasannya,
seorang supervisor selaku leadher (pemimpin)
sebelum melakukan supervisi hendaknya terlebih dahulu memahami psikolagi guru,
sehingga dalam menggunakan tipe supervisi sesuai dengan prototipe guru,
sehingga supervisi lebih efektif. Misalnya guru yang profesional tentu lebih
tepat menggunakan tipe laisses faire,
dan sebaliknya guru yang malas-malasan lebih efektif menggunkan tipe treaning and guidance. Flesibelitas ini
merupakan indikator bahwa supervisor selaku pemimpin benar-benar memahami
masalah yang ada dilapangan.
Dengan
demikian, maka kekuatan personal pengawas selaku pemimpin akan mempengaruhi
kinerja guru selaku bawahannya. Penjelasan ini ditegaskan oleh Burns (1978, hlm. 20) bahwa hubungan pemimpin dan bawahannya
meliputi sebagai berikut:
a)
Kepemimpinan
transaksional
Kepemimpinan transaksional adalah mempengaruhi bawahannya dengan menukarkan sesuatu yang
berharga bagi pemimpin dan bawahannya.
b) Kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan
transformasional meliputi hubungan antara pemimpin dan pengikutnya untuk tujuan
umum, di mana “pemimpin dan bawahannya saling meningkatkan motivasi dan moral”.
Teori
kepemimpinan transformasional
inilah yang sangat tepat dalam model kepemimpinan pengawas PAI. Bernard Bass dan Bruce Avolio (1994) menunjukkan efek
kepemimpinan transformasional sebagai:
a)
Menstimulasi orang lain utnuk melihat pekerjaan mereka dari sudut pandang yang
baru.
b)
Mengetahui visi dan misi organisasi.
c)
Meningkatkan kemampuan orang lain.
d)
Memotivasi orang lain di luar minat pribadi mereka yang menguntungkan kelompok
atau organisasi.
Selanjutnya
Bass dan Avolio menjelaskan
kepemimpinan transformasional dalam hal perilaku pemimpin, menyatakan bahwa
kepemimpinan transformasional memiliki satu atau lebih perilaku berikut ini:
a)
Pengaruh yang ideal: pemimpin bersikap sebagai role model dan dikagumi,
dihormati, dan dipercaya. Cara yang dilakukan pemimpin melakukan ini adalah
dengan mempertimbangkan kebutuhan orang lain di atas kepentingan diri sendiri,
berbagi resiko dengan bawahannya, konsisten, dan bertindak sesuai nilai dan
moral.
b)
Motivasi inspirasional: pemimpin memotivasi dan menginspirasi dengan memberikan
makna dan menantang bawahannya untuk bekerja lebih baik dan semangat tim nya
meningkat. Perilaku pemimpin yang sesuai dengan ini adalah dengan melibatkan
orang lain dalam kegiatan yang berlandaskan visi, menyampaikan harapan dengan
jelas, dan bersikap penuh komitmen pada tujuan dan visi.
c)
Stimulasi intelektual: pemimpin menstimulasi orang lain untuk lebih inovatif
dan kreatif. Pemimpin mendukung inovasi dan kreatifitas dengan cara menerima
ide-ide baru dari orang lain, tidak membeberkan kesalahn orang lain secara
umum, dan mendorong orang lain untuk mencoba pendekatan yang lain
d)
Pertimbangan individu: pemimpin transformasional mempertimbangkan kebutuhan
individu utnuk berprestasi dan tumbuh dengan bertindak sebagai mentor atau
pelatih. Perilaku kepemimpinan yang mempertimbangkan masing-masing individy
meliputi menerima perbedaan indivisu dan mensupervisi sesuai dengan kebutuhan
individu, mendorong terjadinya komunikasi 2 arah, mendengarkan, dan
mendelegasikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengawas PAI di sekolah adalah
pemimpin atau leadher informal,
karena dilihat dari aspek tugas dan fungsi serta wewenangnya, pengawas PAI
melakukan pembinaan, pembimbingan, dan
pengembangan profesi guru PAI.
Adapun
karakteristik
pengawas PAI yang ideal di sekolah adalah selaku pemimpin hendaknya menjadi tauladan
bai guru yang dibinanya, yaitu ing ngarso
sungtulodo, ing madyo mangun karso dan tutwuri handayani. Dan ditinjau dari
segi kepengawasannya, seorang supervisor selaku leadher (pemimpin) sebelum melakukan supervisi hendaknya terlebih
dahulu memahami psikolagi guru, sehingga dalam menggunakan tipe supervisi
disesuaikan dengan prototipe guru, sehingga supervisi lebih efektif.
Model kepemimpinan pengawas PAI di
sekolah lebih tepat memakai model kepemimpinan transformasional yaitu pengawas
PAI di sekolah harus menstimulasi guru pendidikan agama Islam untuk melihat
kinerja mereka agar lebih efektif, selain itu pengawas PAI mengetahui visi dan
misi pendidikan agama Islam, pengawas PAI hendaknya dengan tugas dan fungsinya
dapat meningkatkan kemampuan GPAI yang dibinanya.
Daftar
Pustaka
Bass, B.M., & Avolio, B.J. (1994). Improving organizational affectiveness
through transformational leadership. Thousand Oaks, CA : Sage.
Burns, J.M. (1978). Leadership. New York : Harper and Row.
Fathurrohman, Pupuh dan
Suryana 2011. Supervisi Pendidikan.
PT. Refika Aditama, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar