Selasa, 25 Juli 2017

MAKALAH SUPERVISI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Undang-Undang  Nomor 20 Tahun 2003  pasal 39 dan 41  mengamanatkan bahwa Tenaga Kependidikan memiliki tugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Untuk menjamin penyelenggaraan proses pendidikan yang bermutu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi satuan pendidikan,  pendidik dan tenaga kependidikan.

Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sangat terkait erat dengan keberhasilan peningkatan kompetensi dan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) tanpa menafikan faktor-faktor lainnya seperti sarana dan prasarana dan pembiayaan. Pengawas sekolah merupakan salah satu pendidik dan tenaga kependidikan  psosisinya memiliki peran yang signifikan dan strategik dalam meningkatkan profesionalisme guru dan mutu pendidikan di sekolah.

Peraturan Pemerintah no 74 tahun 2008 tentang Guru pada pasal 15 ayat 4 menyatakan bahwa guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan tugas pengawasan. Tugas pengawasan yang dimaksud adalah melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial, dan untuk implementasi tugas tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.

Kegiatan pengawasan  merupakan  kegiatan yang dilakukan pengawas sekolah dalam menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru.  Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang guru pada pasal 15 ayat 4 dijelaskan bahwa pengawas sekolah harus melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial. Dengan demikian pengawas sekolah dituntut mempunyai kuailifikasi dan kompetensi yang memadai untuk dapat menjalankan tugas kepengawasannya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, menyebutkan bahwa seorang pengawas sekolah wajib mempunyai enam dimensi kompetensi minimal yaitu kompetensi kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, penelitian pengembangan, dan kompetensi sosial.





B.     Rumusan Masalah
Dari beberapa penjelasan di atas, maka dalam makalah ini penulis akan merumuskan beberapa masalah, sebagai berikut:
1.    Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan pengawas PAI dalam tugas kepengawasannnya di sekolah?
2.    Bagaimana karakteristik kepemimpinan pengawas PAI dalam tugas kepengawasannnya di sekolah?

















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Kepemimpinan Pengawas PAI.
            Defenisi kepemimpinan sangat banyak, untuk memperoleh tentang keragaman defenisi kepemimpinan, Rivai dan Murni (2009, hlm. 285) mengemukan beberapa defenisi kepemimpinan menurut masing-masing pendapat, sebagai berikut:
1.    Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain berbuat sesuai dengan kehendak oarang itu, meskipun pihak lain itu tidak menghendakinya.
2.    Kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi prilaku orang-orang agar bekerja sama menuju kepada suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama (Siagian).
3.    Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka pemuasan dan pencapaian tujuan (Stogdill).
4.    Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George Terry).
5.    Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan di dalam suatu situasi tertentu (Blanchard).

       Dari beberapa defenisi di atas, dapat dipahami bahwa defenisi kepemimpinan secara umum memiliki beberapa kesamaan yaitu kegiatan, kemampuan mempengaruhi, prilaku orang lain, kehendak orang dan tujuan. Sedangkan kepemimpinan pendidikan dalam bahasa inggris disebut educational leadhership, educational administration, educational management, school leadhership dan intrauksional leadhership, semuanya mempunyai pengertian dan cakupan yang sama, yaitu proses pimpinan pendidikan mempengaruhi peserta didik dan pemangku kepentingan pendidikan serta menciptakan sinergi untuk mencapai tujuan pendidikan (Wirawan 2013, hlm. 532).
            Berdasarkan pengertian kepemimpinan secara umum dan kepemimpinan pendidikan di atas, maka dalam kepemimpinan di pendidikan meliputi tiga aspek yaitu pemimpin, kemampuan mempengaruhi dan tujuan pendidikan. Pertama pemimpin dalam pendidikan meliputi pengawas, kepala sekolah, dan guru. Kedua mempunyai kegiatan mempengaruhi yaitu proses mengubah pengetahuan, keterampilan, sikap, perilaku, nilai-nilai, motivasi untuk mempengaruhi orang lain (supervisor mempengaruhi kepala sekolah, kepala sekolah mempengaruhi guru, guru mempengaruhi peserta didik). Dan yang ketiga  mencapai tujuan pendidikan. Adapun tujuan pendidikan secara umum dan normatif tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritulitas keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Dengan demikian, pengawas juga merupakan pemimpin, hal ini dijelaskan Wirawan (2013, hlm. 566) bahwa Pengawas Sekolah merupakan salah satu jenis pemimpin birokratik pendidikan yang berperan aktif dalam mencapai keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan. Pengawas sekolah melaksanakan supervisi dalam mencapai standar nasional pendidikan dan penjaminan mutu pendidikan (Wirawan 2013, hlm. 566). Adapun Pengawas Pendidikan Agama Islam adalah guru pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan fungsional pengawas yang tugas pokoknya dan fungsinya serta tanggung jawab, dan wewenangnya melakukan pengawasan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam pada sekolah (Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 2012).
Pengawasan yang dimaksud meliputi penyusunan program, pelaksanaan pembinaan, pemantauan, supervisi, evaluasi dan pelaporan serta pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Hal itu dipertegas pada PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19, ayat (3) menyatakan: setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Pada pasal 23 ditegaskan: pengawasan proses pembelajaran sebagaimana yang dimaksud pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada perbedaan pengertian antara pengawas sekolah dan pengawasan. Pengawas Sekolah adalah guru yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah baik pengawas manajerial dan pengawas akademik. Sedangkan pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam menyusunan program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru.
Pengawas  atau  supervisor merupakan istilah yang dapat dipertukarkan antara satu sama lain. Dalam kontek pendidikan di Indonesia digunakan istilah pengawas, hanya saja dalam konteks keilmuan berdasarkan literatur memakai istilah supervisor atau supervisi (Rivai dan Murni 2009, hlm. 824). Selanjutnya Fathurrohman dan Suryana (2011, hlm. 29) menjelaskan bahwa pengawas (supervisor) adalah orang yang bertugas melakukan supervisi terhadap guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Pengertian supervisi beraneka ragam, diantaranya menurut Purwanto (2012, hlm. 76) supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Menurut Boardman (1953) dalam Sagala (2012, hlm. 230), bahwa dari sudut manajerial, supervisi adalah usaha menstimulir, mengkordinasi, dan membimbing guru secara terus menerus baik individu maupun kolektif agar memahami secara efektif pelaksanaan aktivitas mengajar dalam rangka pertumbuhan murid secara kontiniu. Sedangkan menurut Good Carter sebagaimana yang dikutip Asmani (2012, hlm. 21) memberikan pengertian bahwa supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk memberikan stimulus, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, serta metode mengajar dan evaluasi pengajaran.
Atas dasar uraian pengertian pengawas (supervisor) dan pengawasan (supervisi) di atas, maka Kepemipinan Pengawas PAI yang ideal di sekolah dapat dilihat dari dua aspek yaitu orang dan kegiatannya. Dari segi orangnya yaitu pengawas PAI juga merupakan guru yang diangkat dalam jabatan fungsional pengawas, yaitu menjadi leadher bagi guru.
Sedangkan pada kegiatannya melakukan pengawasan yang meliputi penyusunan program, pelaksanaan pembinaan, pemantauan, supervisi, evaluasi dan pelaporan serta pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan, dengan kegiatan kepangawasan ini diharapkan dapat mempengaruhi guru dalam meningkatkan proses pembelajaran peserta didik. Sehingga tujuan pendidikan dalam standar kurikulum dapat tercapai secara efektif.
Dalam Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 2012 tentang pengawas madrasah dan pengawas PAI pada sekolah, pada Bab II disebutkan tugas dan fungsi. Pada pasal 2 ayat (2) pengawas PAI pada sekolah meliputi Pengawas PAI pada TK, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB, dan/atau SMK. Pada pasal 3 ayat (2) menjelaskan bahwa pengawas PAI pada sekolah mempunyai tugas melaksanakan pengawasan Pendidikan Agama Islam. Kemudian pada pasal 4 ayat (2) menjelaskan pengawas PAI pada sekolah mempunyai fungsi melakukan: a) menyusun program pengawasan PAI; b) pembinaan, pembimbingan, dan pengembangan profesi guru PAI; c) pemantauan penerapan standar nasional PAI; d) penilaian hasil pelaksanaan program pengawasan; dan e) pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan. Selanjutnya pada ayat (4) juga menyatakan pengawas PAI pada sekolah berwenang:
1.    memberikan masukan, saran, dan bimbingan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan dan/atau pembelajaran PAI kepada kepala sekolah atau instansi yang membidangi urusan pendidikan di Kabupaten/kota;
2.    memantau dan menilai kinerja guru PAI serta merumuskan saran tindak lanjut yang diperlukan;
3.    melakukan pembinaan terhadap guru PAI;
4.    memberikan pertimbangan dalam penilaian pelaksanaan tugas guru PAI kepada pejabat yang berwenang; dan
5.    memberikan pertimbangan dalam penilaian pelaksanaan tugas dan penempatan guru PAI kepada kepala sekolah dan pejabat yang berwenang.

B.   Karakteristik Kepemimpinan Pengawas PAI yang Ideal
Dalam memahami karakteristik kepemimpinan Pengawas PAI di sekolah,idealnya maka dapat dipahami pada dua aspek, yaitu aspek pengawas dan aspek kepengawasan.
1.    Aspek pengawas.
     Pengawas PAI merupakan pemimpin yang harus mempunyai sifat peneladanan, pemotivasian dan pemberdayaan, hal ini ditegaskan oleh Ki Hajar Dewantara selaku bapak pendidikan dengan istilah ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun karso dan tutwuri handayani (Rivai dan Murni 2009, hlm. 295). Dengan demikian, kepemimpinan pengawas dilihat dari nilai personal pengawas, ia harus menjadi role model (suri tauladan) dalam bahasa lainnya harus dikagumi, dihormati dan dipercaya. Pengawas PAI biasanya bisa mempengaruhi guru PAI dan mendapatkan komitmen dari GPAI binaannya ketika mereka dilihat sebagai individu yang berkompeten yang memiliki pemahaman dan keinginan yang kuat terhadap kegiatan perubahan dalam pembelajaran di kelas. Hal ini ditegaskan oleh Prajudi Atmosudirjo mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kepribadian (personality) seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk mencontohnya atau mengikutinya, atau yang memancarkan suatu pengaruh tertentu, kekuatan atau wibawa sedemikian rupa sehingga membuat sekelompok orang bersedia melakukan kehendaknya (Hikmat, 2009, hlm.251).  Teori personality tersebut telah dicanangkan  Rasulullah SAW dengan sifat-sifat terfujinya yaitu pertama shiddiq yang artinya benar dan jujur, dalam sepanjang kepemimpinan Rasulullah SAW. Benar dalam mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut visi dan misi, efektif dan efisien dalam implementasi serta operasionalnya di lapangan. Kedua amanah, yang diartikan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan credible. Bisa juga bermakna keinginan untuk memenuhi sesuatu dengan ketentuan. Atau memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Karakteristik atau sifat amanah ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap individu muslim. Ketiga tabligh, yang diartikan komunikatif dan argumentatif. Orang yang  memiliki sifat tabligh akan menyampaikan sesuatu dengan benar (berbobot) dan dengan tutur kata yang tepat dan bi al-hikmah. Karakteristik tabligh dengan bahasanya bi al-hikmah artinya berbicara dengan orang lain dengan sesuatu yang mudah dipahami dan dapat diterima oleh akal pikiran, bukan berbicara dengan bahasa yang sulit dipahami. Keempat fathanah, yang diartikan sebagai intelektual, kecerdikan, dan kebijaksanaan. Sifat atau karakteristik dapat menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan untuk melakukan berbagai macam inovasi yang bermanfaat (Sugeng Haryanto, 2012, hlm. 67-68).
2.    Aspek Kepengawasan.
Pengawas PAI di sekolah memiliki peran yang signifikan dan strategis dalam proses dan hasil pendidikan yang bermutu di sekolah. Dalam konteks ini peran pengawas sekolah meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut pengawas yang harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan (PP 19 Tahun 2005, pasal 55). Peran tersebut berkaitan dengan tugas pokok pengawas dalam melakukan supervisi manajerial dan akademik serta pembinaan, pemantauan, dan penilaian. Peran pengawas sekolah dalam pembinaan setidaknya sebagai teladan bagi sekolah dan sebagai rekan kerja yang serasi dengan pihak sekolah dalam memajukan sekolah binaannya (Kemendiknas 2011, hlm. 5).
Sahertian (2000, hlm. 25) menjelaskan pengawas dapat berperan sebagai: 1) koordinator, ia mengkordinir program belajar mengajar, tugas-tugas anggota staf berbagai kegiatan yang berbeda-beda di antara guru, 2) konsultan, ia dapat memberi bantuan, bersama mengkonsultasikan masalah yang dialami guru baik secara individual maupun secara kelompok, 3) pemimpin kelompok, ia dapat memimpin kelompok sejumlah staf guru dalam mengembangkan kurikulum, materi pelajaran dan kebutuhan profesional guru secara bersama-sama. Sebagai pemimpin kelompok ia bisa mengembangkan keterampilan dan kiat-kiat dalam bekerja untuk kelompok (working for the group), bekerja dengan kelompok (working with the group), dan bekerja melalui (working through the group).
Selanjutnya Yusuf dkk (2012, hlm. 21) menjelaskan peran yang diharapkan dari seorang pengawas akademik adalah:
1.    sebagai nara sumber bagi guru dalam merecanakan dan melaksanakan tugas-tugasnya, serta dalam melakukan evaluasi diri, sehingga guru dapat secara terus menerus meningkatkan kinerjanya;
2.    sebagai fasilitator dan bahkan pembimbing yang membantu guru dalam mengatasi hambatan yang dihadapi maupun dalam mmengatasi kekurangan yang dialami.
3.    sebagai motivator yang dengan berbagai cara selalu mengupayakan agar guru mau bekerja lebih sungguh-sungguh dan bersemangat. Termasuk di sini memberikan tekanan (pressure) dan dukungan (support) agar guru mencapai hasil pengajaran;
4.    sebagai aparat pengendali mutu pengajaran (quality assurance auditor) yang secara periodik dan sistematik mengecek, menganalisis, mengevaluasi, dan mengarahkan serta mengambil tindakan agar peningkatan efektifitas pengajaran terlaksana dengan baik dan berhasil;
5.    sebagai peran tambahan, adalah sangat tepat jika seorang pengawas akademik adalah juga seorang penilai (assessor) dalam rangka program akreditasi sekolah. Dengan demikian, kegiatan akreditasi dapat memperoleh data yang akurat mengenai proses pengajaran, karena terdapat sumber informasi untuk megkonfirmasikan berbagai hal.

Sedangkan tugas seorang pengawas akademik sekurangnya harus mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.    mengupayakan agar guru sunguh-sungguh dan bekerja lebih keras serta bersemangat dalam mengajar. Termasuk di sini adalah upaya agar guru secara sistematis mengusahakan agar murid mau mempelajari dan menyenangi pelajaran serta mendorong bekerja keras dalam belajar;
2.    mengupayakan agar sistem pengajaran ditata sedemikian rupa sehingga berlaku prinsip belajar tuntas, yaitu guru harus berupaya agar murid benar-benar menguasai apa yang telah diajarkan dan tidak begitu saja melanjutkan pengajaran ke tingkat yang lebih tinggi jika murid belum tuntas penguasaannya. Dalam hal ini, tentu saja perlu keseimbangan antara banyak dan berat/ringannya isi pelajaran dengan waktu yang disediakan dan dengan potensi murid yang mempelajrinya;
3.    berkaitan dengan butir (1) di atas, pengawasan juga perlu mengupayakan agar ada semacam tekanan (pressure) terhadap guru untuk mencapai tujuan pengajarannya, namun hasrus disertai dengan bantuan (support) yang memadai bagi keberhasilan tugasnya;
4.    membuat kesepakatan dengan guru maupun kepala sekolah mengenai jenis dan tingkatan dari target output yang harus mereka capai sehubungan dengan keberhasilan pengajaran;
5.    secara periodik melakukan pemantauan dan penilaian (assessment) terhadap keberhasilan (efektivitas) mengajar guru;
6.    membuat persiapan dan perencanaan kerja dalam rangka pelaksanaan butir-butir di atas, menyusun dokumentasi dan laporan bagi setiap kegiatan, serta mengembangkan sistem pengelolaan data hasil pengawasan;
7.    melakukan koordinasi serta membuat kesepakatan-kesepakatan yang diperlukan dengan kepala sekolah, khususnya dalam hal yang berkenaan dengan pemantauan dan pengendalian efektifitas pengajaran serta hal yang berkenaan dengan akreditasi sekolah bersangkutan (Yusuf dkk 2012, hlm. 22-23).

Fungsi kepemimpinan yang penting adalah mempengaruhi orang lain untuk dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif. Salah satu aspek kepemimimpinan yang menjelaskan fungsi pengaruh ini adalah konsep kekuatan. John R. P. French dan Betram Raven (1968, hlm. 259-270) membuat taksonomi yang mengklasifikasi kekuatan interpersonal berdasarkan sumbernya. Ada 5 jenis kekuatan, yaitu:
1)            Kekuatan penghargaan: pemenuhan keinginan yang didapatkan karena pemberian penghargaan oleh pemimpin karena terdapat perilaku yang diinginkan
2)            Kekuatan paksaan: pemenuhan keinginan yang diperoleh karena pemimpin mengancam akan memberikan hukuman jika terdapat perilaku yang tidak diinginkan
3)            Kekuatan yang sah (legitimasi): pemenuhan keinginan dikarenakan posisi formal pemimpin. Bawahannya memenuhi keinginan pemimpinnya karena dia memiliki keyakinan bahwa pemimpinnya memiliki hak untuk memerintah, dan dia sebagai bawahan berkewajiban untuk melaksanakan perintahnya.
4)            Kekuatan ahli: pemenuhan keinginan karena pengikutnya berkeyakinan bahwa pemimpin memiliki pengetahuan dan keahlian khusus untuk melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya
5)            Kekuatan rujukan: pemenuhan keinginan karena pengikut/bawahan mengagumi atasannya dan dia ingin mendapatkan persetujuan dari atasannya.

Briggs (Departmen Agama RI : 1998 : 5) mengemukakan empat tipe supervisi di lihat dari pelaksanaannya, yaitu:
1.        Tipe supervisi yang bersifat korektif (corrective supervision).
Tipe ini lebih menekankan mencari kesalahan guru. Tipe ini tidak efektif untuk memperbaiki proses belajar mengajar, karena guru yang ditunjukkan kesalahannya biasanya tidak menjadi lebih baik, melainkan frustasi dan bersifat negatif terhadap program-program supervisi.
2.        Tipe supervisi yang bersifat preventif (preventive supervision).
Tipe ini menekankan usaha untuk melindungi guru dari berbuat salah, dengan  cara memberikan kepada guru larangan-larangan, batasan-batasan atau sejumlah pedoman untuk melaksanakan tindakan/kegiatan.
3.        Tipe supervisi yanga bersifat kontrukstif (constructive supervision).
Tipe ini berorientasi ke masa depan, dengan melihat kesalahan yang lampau serta menjaga guru tidak membuat kesalahan. Tipe ini ini tidak banyak menolong guru-guru untuk berkembang dalam tugas profesinya maupun kepribadiannya.
4.        Tipe supervisi yang bersifat kreatif (creative supervision).
Tipe ini memberik peluang kepada guru lebih besar peranannya dalam mengusahankan perbaikan proses belajar mengajar. Peranan supervisor atau pengawas sekolah hanyalah mendorong, membimbing dan menciptakan situasi yang dapat menyuburkan timbulnya daya kreativitas pada guru-guru.
          Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto  (2004 : 15) menjelaskan ada lima tipe supervisi, yaitu :
1.        Tipe inspeksi.
 Tipe inspeksi sama dengan tipe korektif yaitu lebih mencari kesalahan-kesalahan dengan tujuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang baik dan buruk yang sudah dilaksanakan, dan mennetukan posisi baik-buuk seorang guru
2.        Tipe Laisses Faire.
Tipe ini menginterpretasikan demokrasi sebagai pemberi kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan sehingga akhirnya supervisor sendiri kehilangan otoritas sama sekali dan dapat dikatakan tidak memberikan bimbingan kepada bawahan yang menjadi tanggung jawabnya.
3.        Tipe Coercive supervision.
Sepervisor dianggap senior sehingga apapun yang dianggap baik olehnya harus dilakukan oleh bawahannya, walaupun terkadang tidak cocok dengan kondisi dan kemaapuan bawahannnya. Tipe ini lebih otoriter karena tidak memberikan kesempatan kepada guru untuk bertanya tentang hal-hal yang diberlakukan tersebut. 
4.        Tipe Treaning and Guidance.
Tipe training dan guidance diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Senada dengan Ngalim Purwanto (2002 : 81) bahwa Supervisi yang dilakukan untuk melatih (to train) dan memberi bimbingan (to guide) kepada guru-guru tersebut dalam pekerjaannya sebagai guru. Tipe ini menimbulkan kurang adanya kepercayaan terhadap guru.
5.        Tipe Demokratis.
            Semua keputusan diambil dengan jalan musyawarah bersama antara supervisor dan guru, sehingga pelaksanaan keputusan dilakukan bersama-sama kerena keputusan tersebut dirasakan menjadi miliknya. Pada tipe ini supervisor menghargai pendapat dari bawahannya yaitu guru dan memberikan kepada mereka untuk mengembangkan daya krestivitasnnya. Supervisor dan guru berkerja sama untuk mencapai tujuan.
            Berdasarkan beberapa teori di atas, karakteristik pengawas PAI di sekolah selaku pemimpin hendaknya menjadi tauladan bai guru yang dibinanya, yaitu ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun karso dan tutwuri handayani atau dalam bahas Islam suri tauladan dengan mengedepankan sifat-sifat Rasulullah SAW yaitu siddiq, amanah,  tabligh dan fathonah.
       Ditinjau dari segi kepengawasannya, seorang supervisor selaku leadher (pemimpin) sebelum melakukan supervisi hendaknya terlebih dahulu memahami psikolagi guru, sehingga dalam menggunakan tipe supervisi sesuai dengan prototipe guru, sehingga supervisi lebih efektif. Misalnya guru yang profesional tentu lebih tepat menggunakan tipe laisses faire, dan sebaliknya guru yang malas-malasan lebih efektif menggunkan tipe treaning and guidance. Flesibelitas ini merupakan indikator bahwa supervisor selaku pemimpin benar-benar memahami masalah yang ada dilapangan.
Dengan demikian, maka kekuatan personal pengawas selaku pemimpin akan mempengaruhi kinerja guru selaku bawahannya. Penjelasan ini ditegaskan oleh Burns (1978, hlm. 20) bahwa hubungan pemimpin dan bawahannya meliputi sebagai berikut:
a)        Kepemimpinan transaksional
Kepemimpinan transaksional adalah mempengaruhi bawahannya dengan menukarkan sesuatu yang berharga bagi pemimpin dan bawahannya.
 b)      Kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan transformasional meliputi hubungan antara pemimpin dan pengikutnya untuk tujuan umum, di mana “pemimpin dan bawahannya saling meningkatkan motivasi dan moral”.
                 Teori kepemimpinan transformasional inilah yang sangat tepat dalam model kepemimpinan pengawas PAI. Bernard Bass dan Bruce Avolio (1994) menunjukkan efek kepemimpinan transformasional sebagai:
a)        Menstimulasi orang lain utnuk melihat pekerjaan mereka dari sudut pandang yang baru.
b)        Mengetahui visi dan misi organisasi.
c)        Meningkatkan kemampuan orang lain.
d)       Memotivasi orang lain di luar minat pribadi mereka yang menguntungkan kelompok atau organisasi.
Selanjutnya Bass dan Avolio menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam hal perilaku pemimpin, menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki satu atau lebih perilaku berikut ini:
a)        Pengaruh yang ideal: pemimpin bersikap sebagai role model dan dikagumi, dihormati, dan dipercaya. Cara yang dilakukan pemimpin melakukan ini adalah dengan mempertimbangkan kebutuhan orang lain di atas kepentingan diri sendiri, berbagi resiko dengan bawahannya, konsisten, dan bertindak sesuai nilai dan moral.
b)        Motivasi inspirasional: pemimpin memotivasi dan menginspirasi dengan memberikan makna dan menantang bawahannya untuk bekerja lebih baik dan semangat tim nya meningkat. Perilaku pemimpin yang sesuai dengan ini adalah dengan melibatkan orang lain dalam kegiatan yang berlandaskan visi, menyampaikan harapan dengan jelas, dan bersikap penuh komitmen pada tujuan dan visi.
c)        Stimulasi intelektual: pemimpin menstimulasi orang lain untuk lebih inovatif dan kreatif. Pemimpin mendukung inovasi dan kreatifitas dengan cara menerima ide-ide baru dari orang lain, tidak membeberkan kesalahn orang lain secara umum, dan mendorong orang lain untuk mencoba pendekatan yang lain
d)       Pertimbangan individu: pemimpin transformasional mempertimbangkan kebutuhan individu utnuk berprestasi dan tumbuh dengan bertindak sebagai mentor atau pelatih. Perilaku kepemimpinan yang mempertimbangkan masing-masing individy meliputi menerima perbedaan indivisu dan mensupervisi sesuai dengan kebutuhan individu, mendorong terjadinya komunikasi 2 arah, mendengarkan, dan mendelegasikan.



BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan
            Pengawas PAI di sekolah adalah pemimpin atau leadher informal, karena dilihat dari aspek tugas dan fungsi serta wewenangnya, pengawas PAI melakukan pembinaan, pembimbingan, dan pengembangan profesi guru PAI.
            Adapun karakteristik pengawas PAI yang ideal di sekolah adalah selaku pemimpin hendaknya menjadi tauladan bai guru yang dibinanya, yaitu ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun karso dan tutwuri handayani. Dan ditinjau dari segi kepengawasannya, seorang supervisor selaku leadher (pemimpin) sebelum melakukan supervisi hendaknya terlebih dahulu memahami psikolagi guru, sehingga dalam menggunakan tipe supervisi disesuaikan dengan prototipe guru, sehingga supervisi lebih efektif.
            Model kepemimpinan pengawas PAI di sekolah lebih tepat memakai model kepemimpinan transformasional yaitu pengawas PAI di sekolah harus menstimulasi guru pendidikan agama Islam untuk melihat kinerja mereka agar lebih efektif, selain itu pengawas PAI mengetahui visi dan misi pendidikan agama Islam, pengawas PAI hendaknya dengan tugas dan fungsinya dapat meningkatkan kemampuan GPAI yang dibinanya.


Daftar Pustaka
Bass, B.M., & Avolio, B.J. (1994). Improving organizational affectiveness through transformational leadership. Thousand Oaks, CA : Sage.
Burns, J.M. (1978). Leadership. New York : Harper and Row.
Fathurrohman, Pupuh dan Suryana 2011. Supervisi Pendidikan. PT. Refika Aditama, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH SUPERVISI AKADEMIK

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Supervisi Akademik adalah proses membantu guru dalam mengembangkan kemampuannya menge...